Jakarta, suarapika.id – Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia, Setia Untung Arimuladi menggeber
Hal itu ditegaskan Setia Untung Arimuladi yang juga sebagai Ketua Reformasi Birokrasi Kejaksaan Republik Indonesia, saat menggelar Webinar Peningkatan Maturitas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Kejaksaan Republik Indonesia dengan tema Manajemen Resiko Tahun 2021, pada Selasa (14/09/2021).
Mantan Kepala Badan Pendidikan dan Pengembangan Kejaksaan Republik Indonesia (Kabandiklat) itu menyampaikan pengarahannya secara virtual dari Ruang Kerja Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia, di Gedung Menara Kartika Adhyaksa Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Webinar Peningkatan Maturitas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Kejaksaan Republik Indonesia dengan tema Manajemen Resiko Tahun 2021 itu, menurut pria yang akrab disapa Untung, perlu dilaksanakan. Terutama dalam rangka penguatan dan konsistensi pelaksanaan program Reformasi Birokrasi di Lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia.
“Reformasi birokrasi merupakan sebuah resolusi kinerja menuju semangat perubahan yang hendaknya terus melandasi jiwa dan perjuangan kita dalam melaksanakan tugas. Semakin adaptif terhadap perubahan, selalu bekerja keras, inovatif, kreatif dan tepat sasaran dalam menjalankan program kerja, sesuai dengan tugas dan fungsi dalam bekerja,” tutur Setia Untung Arimuladi.
Dia menegaskan, reformasi birokrasi merupakan salah satu langkah awal mendukung Program Pemerintah. Untuk melakukan penataan terhadap sistem penyelenggaraan organisasi Kejaksaan Republik Indonesia yang baik, efektif dan efisien. “Sehingga dapat melayani masyarakat secara cepat, tepat, dan profesional. Guna terwujudnya good governance
Mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kajati Jabar) ini merinci, pelaksanaan Reformasi Birokrasi telah diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Di mana Kementerian PANRB telah menetapkan Peraturan Menteri P
Hal ini merupakan kebijakan Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) sebagai model penilaian mandiri yang berbasis prinsip Total Quality Manageme
Rujukan pelaksanaan Reformasi Birokrasi melalui model PMPRB berdasarkan program-program reformasi birokrasi dilihat dari unsur komponen ‘pengungkit’ dan sasaran reformasi birokrasi sebagai ‘hasil’. Sebagaimana ditetapkan dalam Road Map Nasional Reformasi Birokrasi 2020-2024.
Kategori pengungkit dibagi menjadi 8 bagian area perubahan Reformasi Birokrasi, yaitu, manajemen perubahan, deregulasi kebijakan, organisasi, tata laksana, SDM aparatur, akuntabilitas, pengawasan, dan pelayanan publik.
Reformasi Birokrasi merupakan ‘rumah besar’ bagi pelaksanaan SPIP dan Manajemen Risiko Sebagaimana terdapat dalam komponen pengungkit yang dibagi menjadi 8 area perubahan, khususnya pada area penguatan pengawasan. Secara garis besar, lanjut Untung, area penguatan pengawasan ini bertujuan untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Dengan target yang ingin dicapai adalah satu, meningkatnya kepatuhan dan efektivitas terhadap pengelolaan keuangan negara. Dua, menurunnya tingkat penyalahgunaan wewenang, dan ketiga, meningkatkan sistem integritas dalam upaya pencegahan KKN.
Mekanisme pengukuran pencapaian target keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi itu digunakan indikator yang ada dalam ‘aspek pemenuhan’, ‘aspek hasil antara’ dan ‘aspek reform’. Penerapan SPIP dan Manajemen Resiko berada pada indikator yang ada dalam ‘aspek pemenuhan’ dan ‘aspek hasil antara’ atau dengan hasil penilaian SPIP.
Terkait penerapan SPIP, khususnya di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia, memperhatikan kondisi-kondisi antara lain, satu, telah terdapat peraturan pimpinan organisasi tentang SPIP. Dua, telah dibangun lingkungan pengendalian.
Tiga, telah mengidentifikasi lingkungan pengendalian. Empat, telah dilakukan penilaian risiko atas organisasi atau unit kerja.
Lima, telah dilakukan kegiatan pengendalian untuk meminimalisir risiko yang telah diidentifikasi. Enam, Sitem Pengendalian Internal (SPI) telah diinformasikan dan dikomunikasikan kepada seluruh pihak terkait.
Tujuh, telah dilakukan pemantauan pengendalian intern. Dan delapan, unit kerja telah melakukan evaluasi atas penerapan SPI.
Di samping itu, lanjut mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Riau (Kajati Riau) ini, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) telah dimandatkan lima unsur pengendalian internal, yang salah satunya adalah penilaian resiko.
Dalam peraturan tersebut, jelasnya, mewajibkan setiap instansi untuk melaksanakan penilaian resiko yang meliputi identifikasi resiko, analisis, evaluasi dan penanganan resiko sebagai aktivitas pengendalian.
Kondisi ini juga telah sejalan dengan amanat Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2020 tentang Penerapan Manajemen Resiko di Lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia.
Untung mengatakan, pada tahun 2020 penilaian maturitas SPIP Kejaksaan Republik Indonesia menghasilkan skor sebesar 3,3034 dan unsur SPIP Kejaksaan Republik Indonesia rata-rata telah mencapai level 3 (terdefinisi).
Tingkat maturitas atau kematangan SPIP menunjukkan kualitas proses pengendalian terintegrasi dalam pelaksanaan sehari-hari. Yakni dalam tindakan manajerial dan kegiatan teknis di lingkungan Kejaksaan.
Kemudian, unsur penilaian resiko penyumbang terbesar dalam ketidakberhasilan
Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi mengatakan Kejaksaan Republik Indonesia telah menetapkan Peraturan Kejaksaan Nomor 6 tahun 2020 tentang Penerapan Manajemen Resiko di Lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia.
Hal ini dilakukan guna mengakomodir amanat pelaksanaan reformasi birokrasi terkait penerapan SPIP di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia.
Di mana upaya manajemen resiko pada Tingkat Pusat di koordinasikan oleh Bidang Pengawasan. Dan diinisiasikan pelaksanaannya, dari level Pusat maupun level satuan kerja daerah di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia. Sesuai dengan tugas dan fungsi yang dimiliki. Sebagai lembaga penegak hukum,
Digitalisasi Kejaksaan nantiny
Hal ini untuk meningkatkan transparansi dan kualitas pelayanan publik secara efektif dan efisien. Itu juga sudah tertuang dalam Instruksi Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Hasil Rapat Kejaksaan Republik Indonesia Tahun 2020 tanggal 16 Desember 2020. “Sebagai bentuk dan arah kebijakan Kejaksaan yang bersifat mengikat dan wajib diimplementasikan di antaranya terkait Digitalisasi Kejaksaan,” jelasnya.
Teknologi memperoleh perhatian lebih, kata dia, karena berkaitan dengan aplikasi manajemen risiko. Yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi melalui simplifikasi proses manajemen resiko yang sangat kompleks. “Sehingga dapat mempercepat dan meminimalisasi waktu,” ujar Untung.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan adalah, perlunya sistim informasi yang dapat membantu otomatisasi proses perolehan data, penyimpanan dan validasi data serta komunikasi dan penelusuran informasi dalam register resiko.
Webinar Peningkatan Maturitas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Kejaksaan Republik Indonesia dengan tema Manajemen Resiko Tahun 2021 itu juga dihadiri secara virtual oleh Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas), Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), para Sekretaris Jaksa Agung Muda (Sesjam), dan Sekretaris Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI (Sebadiklat).
Kegiatan juga diikuti Tim Manajemen Resiko Pada Satuan Kerja di Lingkungan Kejaksaan Agung Republik Indonesia, para Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) beserta Tim Manajemen Resiko di tingkat Satuan Kerja Kejaksaan Tinggi. Dan para Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) beserta Tim Manajemen Resiko di tingkat Satuan Kerja Kejaksaan Negeri. [Jon]