
Sumenep, suarapika.id – Nelayan Masalembu, di Sumenep, Jawa Timur, menggelar Pawai Laut untuk menolak penggunaan alat tangkap cantrang di wilayah itu. Nelayan yang tergabung dalam Persatuan Nelayan Masalembu (PNM) itu menggelar Pawai Laut, pada Minggu, 28 Februari 2021.
Koordinator Persatuan Nelayan Masalembu (PNM), Mohammad Zehri menyampaikan, aksi Pawai Laut yang mereka lakukan adalah sebagai upaya menolak penggunaan cantrang di Laut Masalembu.
Sebelum acara pawai laut dimulai, Persatuan Nelayan Masalembu melakukan konsolidasi dengan beberapa kelompok nelayan. Tujuannya, memberikan informasi dan pengetahuan tentang persoalan nelayan dengan cantrang yang semakin hari semakin merajalela di Laut Masalembu.
Setelah mengadakan konsolidasi dengan beberapa kelompok nelayan, Persatuan Nelayan Masalembu kemudian mengadakan siaran keliling. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Sabtu 27 Februari 2021, dengan menggunakan mobil pick up. “Untuk mengajak semua nelayan agar ikut berpartisipasi dalam acara Pawai Laut,” ujar Moh Zehri, dalam siaran pers yang diterima, Senin (01/03/2021).
Menurutnya, Pawai Laut hanyalah salah satu cara yang dilakukan oleh Nelayan Masalembu untuk menolak lahirnya Permen KP No. 59 Tahun 2020, yang memperbolehkan cantrang beroperasi di Laut Jawa. “Kami menolak keberadaan cantrang di Laut Masalembu. Karena mengganggu wilayah tangkap nelayan Masalembu, yang notabene masih menggunakan alat tangkap tradisional. Dan juga kami tidak mau Laut Masalembu dirusak oleh cantrang,” ujarnya.
Zehri mengingatkan, berkaca dari sejarah dulu, sudah banyak rumpon nelayan Masalembu yang hilang akibat cantrang. Selain itu, jika cantrang terus dibiarkan maka bisa menimbulkan konflik sosial antara nelayan Masalembu dengan nelayan cantrang. “Sebagaimana kita ketahui bersama, Nelayan Masalembu memiliki sejarah konflik yang sangat panjang,” lanjutnya.
Pada tahun 1982, Nelayan Masalembu sudah menolak masuknya nelayan luar yang menggunakan alat tangkap besar dan modern. Sehingga salah satu nelayan luar tersebut ada yang terluka terkena celurit nelayan Masalembu. “Kemudian, pada tahun 2000 ada satu kapal porsein dari Jawa Tengah yang dibakar oleh nelayan Masalembu,” ucap Moh Zehri.
Karena itu, Zehri melanjutkan, dengan adanya Pawai Laut ini, Nelayan Masalembu berharap agar Pemerintah bisa mendengarkan suara dan aspirasi mereka.
Sebagai nelayan kecil dan tradisional, lanjutnya, Nelayan Masalembu meminta kepada Pemerintah, agar Permen KP No 59 Tahun 2020 yang memperbolehkan cantrang beroperasi di Laut Jawa segera dicabut. “Serta melakukan penindakan hukum terhadap aktivitas cantrang di Laut Masalembu. Sebab, semakin hari semakin meresahkan nelayan Masalembu,” tandas Moh Zehri. [Jon]