
Pekanbaru, suarapika.id – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) diminta segera mengevaluasi keberadaan Rektor Universitas Lancang Kuning (Unilak) Pekanbaru, lantaran telah dengan sengaja melakukan aksi memecat atau men–drop out (DO) tiga mahasiswa yang merupakan aktivis kampus.
Ketua Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Pekanbaru (GMKI Pekanbaru), Junelka Lisendra
Sebagai Pendidik, menurut Junelka, seharusnya Rektor Unilak tidak asal-asal men-DO mahasiswa.
“Kami dari GMKI Pekanbaru, meminta Mendikbud melalui Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) untuk mengevaluasi kebijakan Rektor Unilak dan seluruh pimpinan kampus di Indonesia yang melakukan DO dengan sewenang-wenang,” tutur Ketua Cabang GMKI Pekanbaru, Junelka Lisendra
Aksi men-DO ketiga mahasiswa oleh Rektor Unilak tertera pada Surat Keputusan nomor : 028/Unilak/Km/2021, 029/Unilak/Km/2021 dan 030/Unilak/Km/2021 yang menyatakan memberhentikan 3 mahasiswa Universitas Lancang Kuning (Unilak) atas nama George Tirta Prasetyo, Cep Permana Galih dan Cornelius Laia, yang diterbitkan 18 Februari 2021. Alasannya, Melanggar Kode Etik Mahasiswa Universitas Lancang Kuning.
“Tidak dijelaskan secara detail pada surat tersebut kode etik apa yang dilanggar,” ujar Junelka.
Oleh karena itu, sikap arogan dan tidak bijak yang dilakukan Rektor Unilak itu, lanjut Junelka, dapat membunuh masa depan anak-anak bangsa ini.
Junelka melanjutkan, GMKI Pekanbaru meminta Rektor Unilak untuk meninjau kembali SK Nomor 028/Unilak/Km/2021, 029/Unilak/Km/2021 dan 030/Unilak/Km/2021. Serta memberikan kembali hak belajar kepada ketiga mahasiswa tersebut.
Junelka menuturkan, sebelumnya ketiga mahasiswa yang di-DO itu menyampaikan kritik kepada Rektor Unilak. Kritik mereka yakni terkait pembuangan skripsi, penebangan pohon ilegal dan dinamika internal Organisasi Mahasiswa (Ormawa).
Terkait dinamika internal Organisasi Mahasiswa (Ormawa), lanjut Junelka, GMKI Pekanbaru sebagai organisasi ekstra kampus tidak turut terlibat.
“Kita sangat menghargai dinamika internal Organisasi Mahasiswa tersebut,” ujar Junelka.
Nah, karena kritik dari ketiga mahasiswa itulah, Rektor Unilak merasa tidak terima. Lalu, mengeluarkan surat pemecatan dan men-DO ketiga aktivis kampus tersebut.
“Keputusan yang diambil Rektor untuk men-DO ketiga mahasiswa tersebut dikarenakan mengkritik dirinya selaku pimpinan kampus. Langkah Rektor Unilak itu tidak bijak. Seharusnya, sebagai pimpinan kampus, Rektor hendaknya mengajak mahasiswanya berdialog, bukan malah men-DO mahasiswa,” ujar Junelka.
Junelka menambahkan, mahasiswa yang menyampaikan kritik, bahkan aksi demonstrasi terhadap kebijakan di kampus, merupakan bentuk kecintaan mahasiswa itu sendiri terhadap kampusnya. Aksi seperti itu juga sebagai bentuk tanggung jawab moral.
Dengan adanya keputusan DO dari Rektor Unilak ini, kata dia, pendidikan yang memerdekakan sebagaimana dikampanyekan Mendikbud, gagal total.
“Kita mempertanyakan pendidikan yang memerdekakan yang pernah disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mas Nadiem Makarim. Bagaimana mau merdeka dalam pendidikan, jika mengkritik dan aksi demonstrasi sebagai bentuk kebebasan berpikir dan berekspresi pun sudah langsung di-DO,” tandasnya. [Jon]