
Jakarta, suarapika.id – Menyikapi krisis yang terjadi di Myanmar, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) meminta junta militer yang melakukan kudeta paksa, agar segera menarik diri dan kembali ke barak. Hal ini sangat diperlukan untuk menjaga perdamaian dunia, sebagai wujud persahabatan antara Negara-Negara di Dunia, khususnya di Asia.
Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Pdt Gomar Gultom menyampaikan, secara resmi
Di mana militer secara sepihak telah membatalkan hasil Pemilu yang diselenggarakan secara damai dan adil pada 8 November 2020 lalu.
“PGI mendorong junta militer Myanmar untuk kembali ke barak. Dan menyerahkan kepemimpinan bangsa dan negara Myanmar ke tangan otoritas Sipil Myanmar seturut hasil Pemilu 8 November 2020 tersebut, dengan melalukan alih kepemimpinan secara damai,” tutur Ketua Umum PGI, Pdt Gomar Gultom, dalam siaran persnya, Minggu (28/02/2021).
Pdt Gomar Gultom menyatakan, PGI memandang, Pemilu adalah jembatan emas menuju masyarakat demokratis yang adil. Di mana kepentingan dan kehendak rakyat banyak diartikulasikan.
Pemilu ini adalah satu-satunya mekanisme berkala untuk pergantian dan kesinambungan kepemimpinan pemerintahan di tengah masyarakat demokratis, termasuk di Myanmar.
Oleh karena itu, PGI mengharapkan semua pihak di negeri Myanmar, dan komunitas internasional, hendaknya mengakui dan menghargai hasil Pemilu Myanmar yang telah dilaksanakan secara damai dan terbuka tersebut. “Ini demi keamanan dan kesejahteraan masyarakat dan bangsa Myanmar juga,” sebutnya.
Gereja di Indonesia, tambah Pdt Gomar Gultom, sangat menyayangkan, di tengah proses dan rangkaian Pemilu di Myanmar tersebut, junta militer yang tidak puas dengan kepentingannya, melalukan kudeta pada Februari 2021.
Junta militer Myanmar mengabaikan hasil pemilihan tersebut. Kontan kudeta ini telah memicu gelombang aksi penolakan rakyat, yang dibalas dengan aksi kekerasan oleh junta militer.
“Dan telah memperburuk krisis yang harus dialami rakyat di tengah masa sulit pandemi Covid–19,” ujarnya.
PGI juga sangat mengharapkan dan mendorong Pemerintah Republik Indonesia untuk mengupayakan langkah-langkah strategis, yang dapat mengembalikan kehidupan demokrasi di Negeri Seribu Pagoda tersebut.
Dukungan terhadap Pemerintahan Hasil Pemilihan Umum 2020 di Myanmar sangat diperlukan.
“Sebagai bentuk komitmen kita terhadap nilai-nilai demokrasi dan kemanusiaan, seturut dengan cita-cita pembentukan NKRI dalam semangat dan mandat yang dimuat dalam Pembukaan UUD 1945,”imbuhnya.
Gereja-Gereja di Indonesia, lanjutnya, juga meminta agar hal-hal yang dapat memicu sorotan dunia, bahkan rakyat Myanmar sendiri, akan keberpihakan Negara Indonesia terhadap kekuasaan junta militer saat ini, hendaknya dihindari oleh setiap pihak yang membangun komunikasi.
“Dan narasi terkait Myanmar, termasuk upaya Republik Indonesia yang disinyalir telah mulai membangun komunikasi dengan junta militer yang berkuasa melalui kudeta,” ujarnya.
Gereja-Gereja di Indonesia juga mengimbau kepada Pemerintah, dengan otoritas yang dimilikinya, serta dalam semangat ASEAN untuk tidak mencampuri masalah internal Myanmar. Kecuali, pengakuan dan bentuk dukungan bagi perjuangan menegakkan hasil Pemilu November 2020. “Terkait dengan ini, kami mengimbau Pemerintah Republik Indonesia untuk secara tegas menolak untuk terlibat, apalagi mendukung upaya rejim militer untuk menyelenggarakan Pemilu tandingan, yang diperkirakan akan semakin memecah Rakyat dan Negara Myanmar,” lanjut Pdt Gomar Gultom.
PGI juga mengajak gereja-gereja di Indonesia untuk turut mendoakan rakyat Myanmar, agar diberi kekuatan dan mampu melewati masa-masa krisis yang sedang mereka hadapi. Demikian pula agar kehidupan sosial-politik di Myanmar segera aman dan stabil. “Ini disampaikan PGI untuk mendukung demokrasi, keadilan, kemanusiaan, dan perdamaian di Myanmar. Dan itu menjadi tugas kita bersama, seturut dengan mandat UUD 1945 kepada kita semua, khususnya pada bagian Pembukaan UUD 1945,” tutup Pdt Gomar Gultom. [Jon]